Buah Kesabaran

Tulisan ini didapatkan secara hampir bersamaan di beberapa BB Group yang saya ikuti

Seorang anak mengeluh pada ayahnya, “Aku capek, sangat capek. Aku belajar mati-matian sedang temanku dengan enaknya menyontek dan mendapat nilai bagus. Aku mau menyontek saja!
Aku capek karena aku harus terus membantu ibu, sedang temanku punya pembantu.
Aku capek karena aku harus menabung, sedang temanku bisa terus jajan tanpa harus menabung.
Aku capek karena harus menjaga lidahku, sedang temanku enak saja berbicara sampai aku sakit hati.
Aku capek ayah, aku capek menahan diri. Mereka terlihat senang, aku ingin bersikap seperti mereka ayah!”

Lalu sang anak pun mulai menangis.

Sang ayah hanya tersenyum dan mengelus kepala anaknya, ”Anakku, ayo ikut ayah”. Mereka kemudian berjalan menyusuri jalan yang jelek, dengan banyak duri di sepanjang jalan, serangga beterbangan, berlumpur, dan ditumbuhi ilalang.

”Ayah, mau kemana kita ? Aku tidak suka jalan ini. Lihat sepatuku jadi kotor, kakiku luka karena tertusuk duri. Badanku karena gatal dikerubuti serangga, berjalanpun susah karena jalannya ditumbuhi ilalang, aku benci jalan ini ayah,” anaknya terus mengeluh.

Akhirnya mereka sampai di sebuah telaga yang sangat indah, airnya sangat segar, banyak kupu-kupu cantik beterbangan, bunga-bunga cantik bermekaran, dan pepohonan yang rindang.

“Wah… tempat apa ini ayah ? Aku suka tempat ini !”

“Kemarilah anakku, ayo duduk di samping ayah”.

”Anakku, tahukah kau mengapa di sini begitu sepi padahal pemandangannya amat indah?” tanya sang ayah, ”Itu karena orang tidak mau menyusuri jalan yang jelek, padahal mereka tahu ada telaga yang indah di sini. Mereka hanya kurang sabar dalam menyusuri jalan ini”.

”Anakku, butuh kesabaran dalam belajar, butuh kesabaran dalam bersikap baik, butuh kesabaran untuk menjadi jujur, butuh kesabaran dalam setiap kebaikan agar kita mendapat kemenangan.”

Hidup adalah perjuangan untuk mengendalikan dan mengalahkan diri. Jalanilah hidup dengan penuh kesabaran.

Catatan: Tulisan tersebut mengingatkan saya pada sebuah puisi terkenal yang ditulis oleh Robert Frost mengenai jalan yang jarang diambil orang di dalam hutan, mungkin tulisan di atas dibuat berdasarkan puisi itu (atau mungkin juga tidak). Puisi itu berbunyi seperti ini:

The Road Not Taken

Two roads diverged in a yellow wood,
And sorry I could not travel both
And be one traveler, long I stood
And looked down one as far as I could
To where it bent in the undergrowth;
Then took the other, as just as fair,
And having perhaps the better claim
Because it was grassy and wanted wear,
Though as for that the passing there
Had worn them really about the same,
And both that morning equally lay
In leaves no step had trodden black.
Oh, I marked the first for another day!
Yet knowing how way leads on to way
I doubted if I should ever come back.
I shall be telling this with a sigh
Somewhere ages and ages hence:
Two roads diverged in a wood, and I,
I took the one less traveled by,
And that has made all the difference.

160px-Robert_Frost_Signature.svg